Dalam dunia politik memang sudah tidak asing lagi dengan istilah kampanye. Dalam hal ini kampanye adalah dimana semua yang diperlukan dan dibutuhkan akan dikerahkan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang ‘pro’ rakyat katanya. Akan tetapi sekarang banyak disalah artikan dan tidak diaplikasikan dengan benar. Kampanye adalah sesuatu proses atau alat dimana untuk menyuarakan apresiasi atau mensosialisasikan rencana visi misi pihak yang terkait disini merupakan kelompok masyarakat yang menjadi acuannya.
Perwakilan politik, sebagaimana kita
ketahui, ini merupakan sistem yang menjalan kan fungsi legislatif, biasa
disebut sebagai badan legislatif. Nama lain yang sering dipakai ialah Assembly
yang mengutamakan unsur “berkumpul” (untuk membicarakan masalah-masalah
publik). Nama lain lagi adalah Parliement, suatu istilah yang
menekankan unsur “bicara” (parler) dan merun- dingkan. Sebutan lain
mengutamakan representasi atau keterwakilan anggota-ang-gotanya dan dinamakan People’s
Representative Body atau Dewan Perwakilan Rakyat. Akan tetapi apa pun
perbedaan dalam namanya dapat dipastikan bahwa badan ini merupakan symbol dari
rakyat yang berdaulat.
Dengan berkembangnya
gagasan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, maka badan legislatif menjadi
badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan itu dengan jalan menentukan
kebijakan umum dan menungkannya dalam undang- undang. Dalam
menjalani peran legislatif dalam hal representasi, biasanya terdapat dua
kategori yang dibedakan. Kategori pertama adalah perwakilan politik (political
representation) dan perwakilan fungsional (functional representation).
Kategori kedua menyangkut peran anggota parlementer sebagai trustee,
dan perannya sebagai pengeman “mandat”. Perwakilan adalah konsep bahwa seorang
atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan
bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Biasanya anggota dewan ini
umumnya mewakili rakyat melalui partai politik. Hal ini dinamakan perwakilan
yang bersifat politik (political representation).
Sekalipun asas perwakilan politik telah
menjadi sangat umum, tetapi ada beberapa kalangan yang merasa bahwa partai
politik dan perwakilan meng-abaikan berbagai kepentingan masyarakat.
Beberapa negara telah mencoba untuk mengatasi persoalan ini dengan mengikutsertakan
wakil dari golongan-golongan yang dianggap memerlukan perlingdungan khusus.
Misalnya India mengangkat beberapa wakil dari golongan Anglo-Indian sebagai
anggota majelis rendah. Di parlemen Pakistan dalam masa Demokrasi Dasar
disediakan beberapa kursi untuk golongan perempuan.
Di Republik Prancis pada
masa tahun 1946 didirikan suatu majelis khusus di luar badan legislatif, yaitu
Majelis Ekonomi, yang berhak memperbincangkan masalah ekonomi namun badan ini
tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan, hanya sebagai penasihat
ekonomi. Anggotanya ditunjuk oleh pemerintah dari
berbagai masam golongan ekonomi, sosial, profesi, budaya dan keahlian lain.
Di Italia asas functional representation
diperkenalkan oleh Mussolini pada tahun 1926. Perwakilan didasarkan atas
golongan ekonomi, dan untuk keperluan itu dibentuk 22 corporation yang
masing-masing mewakili satu industri, misalnya industri tekstil. Setiap Corporations
mencakup baik golongan pekerja maupun golongan management dalam bidang
industri itu.Corporations ini memainkan peranan yang penting. Karena
itu Italia masa itu dinamakan negara Korporatif. Dengan jatunya
Mussolini, eksperiment ini juga terhenti.
Di Indonesia sendiri pada masa Orde Baru
memiliki perwakilan mandat, yang tergabung dalam MPR. Pada masa Orde Baru,
perwakilan yang berasal dari pemilu hanya dibatasi oleh 3 partai, yaitu
Golkar, PPP, dan PDI. Perwakilan yang dimandatkan ialah pasukan ABRI,
sehingga pada masa tersebut, keterkaitannya ABRI dengan pemerintah disebut
sebagai dwifungsi militer. Tak hanya dalam MPR, ABRI pun masuk ke dalam sistem
pemerintahan eksekutif, baik itu sebagai menteri maupun sebagai gubernur.
Selepas kejatuhan Presiden Soeharto, dwifungsi ABRI ini terhenti. Pada masa
reformasi kini, Anggota MPR terdiri dari perwakilan setiap daerah (DPD) dan
perwakilan dari partai politik yang ditunjuk oleh masyarakat dalam pemilihan
umum.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa dewasa ini perwakilan politik merupakan sistem perwakilan yang dianggap
paling wajar. Di samping itu beberapa negara merasa bahwa asas functional
or occupational representation perlu diperhatikan dan sedapat mungkin
diakui kepentingannya di samping sistem perwakilan politik, sebagai cara untuk
memasukkan professional ke dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut kepentingan umum.
Sumber :
Budiardjo Miriam. 2008. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta
: Gramedia
Features Review: The Way To Play Free Slots
BalasHapusThese use up free 우리카지노 tokens and are only the demo variations, that means that they don't have any different features to offer you actual cash